Tips Parenting – Setiap anak ingin tumbuh dan berkembang dengan penuh impian, ada yang ingin menjadi pemain bola seperti C Ronaldo, David Becham, atau pun pemain bola hebat lainnya. Namun sebagian lagi ingin menjadi astronot, ingin jadi penyanyi, dokter, atau bahkan ada yang ingin menjadi tokoh fiksi dalam kartun atau film seperti Frozen, Batman, Kapten Amerika, dan lain-lain. Sebagian orang tua akan mengatakan ” Kamu bisa menjadi apa yang kamu mau Nak..”.
Di satu sisi mengkin ini akan memberikan motivasi pada anak untuk bisa menjadi seperti yang mereka impikan, namun di sisi lain ini mengajarkan hal yang tidak rasional untuk impian-impian yang tidak mungkin terjadi seperti menjadi Batman, Kapten Amerika, Spiderman ataupun tokoh kartun lainnya. Bahkan ada anak yang ingin menjadi unicorn.
Menurut Dr. E. Magdalena Battles (dilansir dari Lifehack.org) bahwa sebaiknya nasehat kepada anak harus berjalan selaras dengan realita dan kebenaran. Mulai evaluasi nasihat yang diberikan kepada anak, Apakah benar dan realistis ? Apakah membantu atau justru membahayakan bagi anak di kemudian hari ?
Berikut contoh dari nasehat orang tua yang lazim digunakan yang sebenarnya perlu untuk dipertimbangkan kembali:
1. Lakukan Seperti Yang Saya Katakan, Jangan Seperti Yang Saya Lakukan
Menasehati anak dengan mengatakan “Lakukan apa yang Saya katakan, Jangan seperti yang saya lakukan” adalah hal yang sangat buruk. Anak-anak akan cenderung melihat apa yang dilakukan orang tuanya dibanding mendengarkan apa yang dikatakan orang tuanya.
Jika Anda mengatakan “Jangan Merokok nanti tidak baik bagi kesehatan” sementara setiap saat anak Anda melihat Anda merokok. Kemungkinan anak Anda menjadi perokok kelak cukup besar.
Atau “Jangan dimarahi adiknya..” padahal setiap hari orang tuanya melakukan hal yang sama kepadanya dan adiknya.
Sudah saat sebagai orang tua untuk mulai mengkoreksi diri untuk menjadi contoh yang baik bagi anak-anak, bagaimanapun akan sangat sulit merubah perilaku anak ke yang lebih baik jika yang mereka lihat adalah hal-hal yang tidak seharusnya.
2. Kamu Itu Anak Laki-Laki, Tidak Boleh Nangis
Ungkapan seperti ini mengkin sudah menjadi kebiasaan orang tua dimanapun, dengan nasehat ini seolah seorang anak laki-laki tidak diperkenankan untuk meluapkan perasaan mereka dengan air mata.
Hal ini membuat seorang anak laki-laki akan menahan emosi atau perasaan mereka karena kata-kata ini, hampir diberbagai daerah paradigma ini muncul bahwa anak laki-laki harus kuat dan tidak boleh menangis.
Kenapa tidak ? Menahan emosi justru akan berdampak tidak baik pada emosional anak dan cenderung tidak baik terhadap hubungan dengan sesamanya. Biarkan anak menunjukkan emosinya dengan tepat termasuk saat mereka mengeluarkan air matanya.
3. Tahan Rasa Sakit Itu, Tidak Apa-Apa Hanya Sedikit Aja..
Seperti halnya nasehat nomor 2, ini sama saja akan membuat efek yang tidak baik pada anak. Ketika seorang anak melakukan hal baru seperti olah raga atau bermain sepeda tentu tidak jarang mereka akan mengalami jatuh. Orang tua akan memberikan motivasi dengan mengatakan “Gak apa-apa, tahan saja rasa sakitnya”.
Kata-kata ini bertujuan memberikan motivasi tersendiri pada si anak sehingga tidak mudah menyerah. Namun disisi lain ini akan menyebabkan perubahan paradigma bahwa setiap rasa sakit harus mereka tahan.
Ini mungkin tidak begitu berdampak pada luka lecet, tapi bagaimana dengan rasa sakit dari penyakit dalam tubuhnya?
Rasa sakit merupakan signal yang dikeluarkan tubuh untuk memberikan informasi bahwa ada yang tidak beres dalam dirinya, jika si anak menganggap biasa saja karena terbiasa mendengar kata-kata “Tahan rasa sakitnya, gak apa-apa” maka akan berdampak yang lebih parah.
Oleh karena itu, sebaiknya ajarkan anak-anak untuk dapat membedakan ketidaknyamanan dan rasa sakit yang sebenarnya, biarkan mereka terbuka dengan rasa sakit yang mereka alami.
4. Jadilah Dirimu Sendiri dan Jangan dengarkan Orang Lain
Nasehat seperti ini akan memberikan dorongan tersendiri untuk tidak memikirkan orang lain, tujuan mengatakan ini baik agar si anak tidak terlalu terpengaruh terhadap perkataan orang disekitarnya.
Namun jangan dilupakan bahwa kita semua mahluk sosial, tidak bisa hidup sendiri dan terhindar dari orang lain. Perkataan buruk orang justru menjadikan kita semua belajar untuk mengoreksi diri.
Selain itu, dengan menjadi diri sendiri dan tidak mendengarkan orang lain akan menimbulkan paradigma egois dalam diri anak. Akan terkesan tidak mendengarkan orang lain.
Ajarkan mereka bagaimana mengelola dengan bijak masukan dari rekan-rekannya walaupun itu terdengar tidak enak di telinga.
5. Fokus Ke Masa Depan, Maka Kamu Akan Sukses Nak
Banyak orang tua sudah memikirkan kegiatan-kegiatan yang harus dilakukan sejak dini oleh anaknya agar bisa sukses kelak, misal mendaftarkan kursus sejak dini, harus masuk sekolah jenis ini, dengan tujuan agar memusatkan pada masa depan sehingga selaras dengan yang akan dilakukan kelak saat dewasa.
Anak TK atau SD tidak perlu repot-repot memikirkan ikut kursus tertentu, atau olahraga tertentu agar mendukung buat kelak saat mereka kuliah.
Masa depan memang akan datang, namun memaksakannya kepada anak sejak dini justru akan merusak masa kecilnya. Biarkan mereka tetap bermain dengan teman-temannya tanpa diganggu dengan jam sekolah atau kegiatan yang padat.
6. Kerja Keraslah, Maka Kamu Akan Sukses
Ungkapan ini memang menjadi kebiasaan yang sudah mendarah daging pada orang tua, bahwa untuk meraih kesuksesan kita harus bekerja keras. Apakah seperti itu kenyataannya?
Coba kita lihat, banyak pekerja atau karyawan yang bekerja keras sampai lembur pun justru karirnya tidak naik.
Oleh karena itu, jangan hanya keras namun cobalah kerja cerdas.
Baca Juga : Tidak Perlu Jualan Muka Dikantor, Cukup Lakukan 5 Hal ini Untik Sukses
Ajarkan pada anak tentang bagaimana mereka bisa memanfaatkan peluang, menumbuhkan keterampilannya yang sesuai dengan pekerjaan yang sedang dilakukan. Selain itu perlu dibekali dengan soft skill.
demikian artikel mengenai bagaimana tips parenting untuk menghindari atau menghentikan penggunaan nasehat-nasehat lama yang sebenarnya berdampak kurang baik pada anak. Sekali lagi coba pikirkan lagi sebelum memberikan nasehat kepada anak, apakah nasehat itu benar atau realistis dan apakah nasehat itu membantunya kelak atau akan membuat paradigma buruk dalam diri anak.